Sejarah dan Budaya Kampung Adat Dukuh, Pangandaran

Sejarah dan Budaya Kampung Adat Dukuh di Pangandaran
Suasana panen dukuh di Dusun Rantobatang, Desa Mekarsari, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Pangandaran. R001/ruber.id

BERITA PANGANDARAN, ruber.id – Sejarah dan budaya Kampung Adat Dukuh, di Pangandaran. Budaya dan adat istiadat suatu daerah tidak terlepas dari sejarah yang pernah terjadi di wilayah tersebut.

Dusun Rantobatang, Desa Mekarsari, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Pangandaran rupanya memiliki sejarah dan tradisi budaya yang hingga kini masih diyakini dan dianut masyarakat setempat.

Pohon Dukuh Ditanam Para Penyebar Syiar Islam

Hamparan kebun yang dikelilingi pohon dukuh dengan usia pohon hampir ratusan tahun itu, berada pada tanah adat.

Dan hingga kini, kepemilikan pohon menjadi hak milik warga Kampung Adat Dukuh, yang diwariskan secara turun temurun.

Tanah seluas 16 hektare menjadi bukti sejarah penyebaran agama Islam yang disyiarkan oleh Raden Arya Wangi dan Raden Arya Padoman pada tahun 1300 Masehi.

Baca juga:  Galian C Ilegal di Pangandaran Masih Beroperasi, Satpol PP: Ada yang Tak Kooperatif

Berdasarkan sejarah tutur yang diwariskan secara turun temurun dari mulut ke mulut, dukuh yang sekarang ada merupakan peninggalan para pejuang yang menyebarkan syiar Islam.

Saat para wali menyebarkan agama Islam, waktu itu pula melakukan penanam pohon dukuh di lokasi tersebut.

Tujuannya, untuk persediaan makanan dan juga salah satu upaya melestarikan alam agar tidak terjadi longsor.

Penanaman pohon dukuh yang dilakukan, tidak hanya di Dusun Rantobatang, Desa Mekarsari saja. Namun, meliputi wilayah Kecamatan Langkaplancar, Kecamatan Cigugur.

Rata-rata, ukuran lingkaran diameter pohon dukuh yang saat ini ada mencapai 3 meter. Dengan ketinggian 50 meter dan berbuah banyak saat musimnya.

Selain pendapat yang mengemukakan pohon dukuh ditanam oleh para wali penyiar Islam. Ada pula pendapat lain yang menyatakan, pohon dukuh tersebut ditanam oleh penjajah Belanda.

Baca juga:  Pemkab Pangandaran Akan Tarik Pengelolaan Pantai Madasari

Pendapat lain mengatakan, bibit benih pohon dukuh yang dibawa oleh penjajah Belanda ini berasal dari daerah Palembang.

Karena keberadaan pohon dukuh tertanam di tanah adat, maka warga hanya memiliki hak kepemilikan pohonnya saja.

Hak kepemilikan pohon pun l, bisa diwariskan secara turun temurun. Namun, tidak bisa diperjual belikan, karena masyarakat setempat masih mempercayai istilah pamali atau kuwalat jika pohon itu diperjualbelikan.

Jika saat musim pohon dukuh sedang berbuah, masyarakat di desa tersebut seolah memiliki rezeki yang melimpah. Karena, hasil panen pohon dukuh bisa dijual ke berbagai daerah.

Uniknya, saat pelaksanaan panen dilakukan, dukuh yang terjatuh menjadi milik umum.

Jadi, pelaksanaan panen harus dilakukan di atas pohon supaya buah dukuh tidak jatuh.

Baca juga:  Kurangnya Fasilitas Olahraga di Pangandaran Pengaruhi Prestasi Atlet

Kampung Adat Dukuh, Paduan Wisata Religi dan Agrowisata

Sementara Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata mengatakan, lokasi tersebut merupakan perpaduan antara wisata religi dan agrowisata.

“Kami bangga akan potensi yang ada, daerah ini layak untuk dikembangkan menjadi daerah wisata siap kunjung,” kata Jeje.

Dengan kultur dan budaya yang ada diperkampungan dukuh tersebut Jeje berharap bisa mendobrak perekonomian masyarakat sekitar.

“Kalau pas musim panen, harus ada inopasi baik berupa kegiatan atau aktrasi wisata supaya daerah ini terkenal ke berbagai daerah dan memiliki daya tarik bagi pengunjung,” tambahnya.

Jeje berpesan, agar lokasi perkampungan dukuh suasananya hidup, perlu penanaman kembali bibit dukuh dan jenis tanaman lain supaya banyak ragam buah yang dihasilkan.